Saturday 19 May 2012

Ikhlas



Pada setiap episode kehidupan, kita pasti merasakan betapa sulitnya untuk mengikutsertakan rasa “Ikhlas” dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Yup, ada berbagai macam definisi Ikhlas itu sendiri, dan saya sependapat dengan definisi Ikhlas sebagai cerminan rasa di hati. “Ikhlas itu identik dengan rasa di dada, yang merdeka, bebas, lapang, tidak ada ganjalan, tidak di ungkit-ungkit kembali apa yang telah di lakukan ataupun di berikan sehingga semua prasangka menjadi nol…. Plong…!!!!”

Saat masih ada tanya….
Apakah ini benar atau salah, Apakah ini adil atau tidak adil, Apakah ini pantas atau tidak pantas…walaupun sedikit…

Saat masih terbersit….
Rasa berat hati, Masih ada kejengkelan, kemarahan, kekecewaan,ingin diakui, ingin dihargai, ingin dikenali, Ingin dikagumi, dan beragam keinginan rasa yang lain…walaupun sedikit…

Apakah masih dapat dikatakan perasaan kita sudah Plong (Nol), bila dalam setiap kegiatan kita masih memiliki berbagai perasaan tersebut di atas….?

Semua kembali kepada kejujuran kita masing-masing untuk mengakui rasa yang ada di dada ….

Lalu … apakah ikhlas itu sesuatu yang utopis..? Terlalu muluk..? Tidak mungkin tercapai..? Atau justru hanya akan menyebabkan hak-hak kita terabaikan..? Mencerminkan kelemahan..?

Mmm… tidaklah pantas bagi saya untuk menjawab pertanyaan ini sedangkan saya sendiri juga masih blum mampu mengaplikasikan Ke-Ikhlas-an itu sendiri. Tetapi mungkin salah satu tips berikut dapat menjadikan katalis sebagai percepatan dalam menumbuhkan rasa Ikhlas..

Takut kepada Allah adalah cara yang utama untuk menumbuhkan keikhlasan seseorang. Setiap manusia harus mendedikasikan dirinya kepada Allah dengan kecintaan yang mendalam setelah memahami kebesaran-Nya, bahwa tidak ada kekuatan lain selain Allah, bahwa hanya Allah yang menciptakan alam semesta dari tiadaan dan yang memelihara makhluk hidup dengan penuh kasih. Dengan demikian, ia menyadari bahwa teman sejatinya di dunia dan di akhirat hanyalah Allah.

Karena itulah, keridhaan Allah adalah satu-satunya pengakuan yang harus kita cari. Takut kepada Allah dilakukan agar ia selalu ingat bahwa kehidupan dunianya cepat atau lambat akan berakhir dan bahwa semua manusia pada akhirnya harus memperhitungkan perbuatan mereka di hadapan Allah. Jadi, ia akan selalu menyadari murka Allah. Kesadaran ini menyebabkan dirinya merasakan takut yang melekat saat menghadapi siksaan Allah dan karena itu ia berusaha menghindarinya.

Kedalaman dan kepekaan seseorang yang muncul karena rasa takut kepada Allah menyebabkan orang tersebut menjadi lebih berhati-hati dan ikhlas. Ia akan dapat melihat apa saja yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah. Ia akan memakai kesempatan itu sebagai orang yang ikhlas.

“Sesungguhnya, orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (al-Mu`minuun [23]: 57-61)

Badiuzzaman Said Nursi menekankan pentingnya menerima semua balasan di hari akhir dengan mengatakan,

“Dunia ini diciptakan untuk penghambaan, bukan untuk menerima upah. Pemberian upah, buah, dan cahaya amal saleh ada di hari kemudian. Membawa buah abadi tersebut ke dunia ini dan berharap untuk mendapatkannya di sini berarti membuat hari kemudian bergantung pada kehidupan dunia. Jadi, keikhlasan dari amal saleh tersebut menjadi kerugian dan cahayanya terpadamkan. Buah tersebut tidak diinginkan dan tidak diharapkan. Apa pun yang diberikan, manusia harus bersyukur kepada Allah dengan berpikir bahwa semua itu diberikan sebagai dorongan.”

Sungguh, semua balasan selain ridha Allah yang diharapkan manusia adalah milik dunia ini dan menggambarkan pilihan antara dunia ini dan hari akhir. Orang yang demikian, yang menikmati keuntungan duniawi ini, dapat dicabut kesenangannya di akhirat. Sementara itu, orang yang melakukan amal saleh hanya untuk mendapatkan ridha Allah dan mereka yang menjaga kebersihan niat, akan dianugerahi keberkahan oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Allah memberikan berita gembira bagi orang-orang beriman,

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl [16]: 97)

Ya Allah… ampuni jikalau segala kebaikan yang kami lakukan belum Ikhlas karena engkau…
limpahkan keihlasan di hati hamba-Mu yang dunggu ini. Maafkanlah bilamana apa-apa yang hamba lakukan belum memenuhi kriteria yang Engkau gariskan. Terangkanlah pikiran, sinari hati hamba dalam berusaha dan belajar memaknai firman-MU.

Wahai yang Maha Mendengar, wahai yang Maha Menatap, wahai yang Maha tau segala isi hati, ampuni kami ya Allah.. andaikata amal kami selama ini bukan karena Engkau. ampuni kami jikalau sholat kami jarang ingat kepada-Mu, ampuni jikalau sedekah kami kikir dan selalu berharap imbalan dari mahluk-Mu…

Bukakan hati kami agar selalu puas dengan keagungan,kasih sayang dan pemberian dari-Mu sehingga kami berhenti berharap dari mahluk-mahluk-Mu
Bukakan hati kami agar selalu merasa di tatap oleh-Mu ya Allah, sehingga kami tidak merindukan tatapan mahluk-mahluk-Mu

Yaa rabb.. bimbinglah kami agar setiap perbuatan yang kami lakukan benar-benar berada di jalan-Mu dan semata-mata karena-Mu

ya Allah.. andaikata Engkau menerima dan mencintai orang-orang yang Ikhlas maka pilihlah kami menjadi hamba-hamba yang ikhlas berbuat apapun hanya karena Engkau semata, tanamkan keikhlasan di lubuk hati hamba, di danau jiwa sahabat-sahabat hamba, agar jalan kami seayun ke mahligai ikhlas-MU. Amin………


Sumber dari : http://ratdix.wordpress.com/2008/12/24/belajar-untuk-ikhlas/#comment-297

0 comments: